Thursday, September 15, 2011

Beberapa faktor RENDAHNYA KUALITAS SDM DI INDONESIA DAN MASALAH KEMISKINAN YANG TAK KUNJUNG USAI, gimana indonesia mau maju dan terus jadi BABU? FAKTORNYA SEABREG ABREG!!!!!! (DATA DI OLAH DARI BERBAGAI SUMBER)


Pendahuluan
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi , menciptakan struktur baru dalam tatanan global. Hal ini mengakibatkan seluruh bangsa di seluruh penjuru dunia “wajib” untuk turut serta dalam tatanan global yang baru. Dimana kemajuan IPTEK, terutama di bidang ilmu pengetahuan dan transportasi yang menyebabkan issu-issu global tersebut menjadi
sangan cepat menyebar dan sangat mempengaruhi di segala jenis aspek kehidupan di bidang ekonomi, politik, social budaya, pertahanan dan keamanan.
Dunia kini seolah begitu dekat dan sangat transparan seiring dengan majunya IPTEK di bidang ilmu pengetahuan dan transportasi dengan mudahnya kita mengakses segala jenis informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia, sehingga menimbulkan ketatnya persaingan di berbagai belahan di dunia, baik nasional maupun interasional.
Pengelolaan Sumber Daya Manusia yang tepat dan berkualitas tinggi dalam menghadapi persaingan yang kini semakin ketat merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi persaingan global. Namun seperti yang dapat kita ketahui bahwa Indonesia memiliki Jumlah pengangguran cukup besar yaitu 8,4% dari total angkatan kerja di Indonesia, hal ini menunjukan banyak SDM yang menganggur atau tidak mendapatkan pekerjaan di Indonesia, Bandingkan dengan Norwegia, jumlah orang yang menganggur hanya sebesar 2% dari total angkatan kerja. Tingkat pendidkan orang Indonesia yang rata-rata hanya sampai 12,7 tahun atau sampai SMA.

Jumlah pengangguran yang tinggi ini berdampak pada pendapatan nasional Indonesia, GDP Indonesia hanya sebesar, 4,394 US4$,Total pengeluaran consumsi Rumah tangga masyarakat Indonesia adalah sebesar 2,138 US4$, Bandingkan dengan Norwaegia yang GDPnya besar Mencapai 58,278 US$, dan Total pengeluaran consumsi Rumah tangga masyarakat Norwegia, adalah sebesar 19,969 US$, hal ini menunjukan bahwa pendapatan orang di Indonesia rendah, dan biaya hidup yang mahal, sehingga mengurangi konsumsi masyarakat Indonesia. Sampai saat ini data yang saya miliki, Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).

PEMBAHASAN

1.      RENDAHNYA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

Apa yang menyebabkan Indonesia memiliki sumber daya manusia yang berkualitas rendah dan hanya mampu mengandalkan kuantitas penduduk dan bukan kualitas penduduknya? Dengan memanfaatkan kuantitas penduduk Indonesia maka mereka menjadi para pahlawan devisa alias TKI yang berkerja di berbagai Negara sebagai PRT.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Negara kita memiliki sumber daya manusia yang berkualitas rendah. Hal ini di sebabkan kurang maksimalnya pengelolaan sumber daya manusia yang buruk serta masih kurangya kesadaran pemerintah dan masyarakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang amat penting dalam menghadapi persaingan global yang begitu ketat saat ini.
pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang. Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM.
Fakta lainnya, berdasarkan survey yang dilakukan oleh International Association for the Evaluation of Education Achievement  terhadap tingkat kemampuan membaca siswa di dunia, anak Indonesia ternyata hanya mampu menyerap 30% dari apa yang telah ia baca dan sukar sekali menjawab soal-soal uraian yang membutuhkan penalaran padahal Negara lain seperti Thailand, Singapore dan Hongkong bisa mencapai angka 65 – 80 %. Angka buta aksara di Indonesia juga cukup tinggi dibandingkan negara lain. Angka buta aksara pada usia lebih dari 15 tahun adalah sebesar 9,55%. Sedangkan tingkat buta aksara untuk usia dewasa mencapai 13,1%. Problematika terakhir adalah mengenai tingkat partisipasi pendidikan yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Sebagai contoh tingkat partisipasi siswa SD jauh lebih besar ketimbang Mahasiswa.
Ini membuktikan bahwa program pendidikan kita tidak memberdayakan otak kanan dan kiri. Dengan kurikulum yang ada saat ini, ternyata saat guru mentransfer ilmu ke siswa, tidak ada keseimbangan perkembangan antara kedua bagian otak tersebut. Guru hanya meyuruh anak didiknya untuk menghafalkan materi sekolah tanpa menjelaskan apa dan bagaimana penerapannya.
Bukti bahwa tingkat pendidikan bangsa Indonesia masih rendah saat ini terlihat dari rendahnya persentase anak Indonesia yang mengikuti Wajar (Wajib Belajar) 9 tahun yaitu hanya 36,2% saja. Selain itu, sekitar 86% anak Indonesia belum sempat menduduki bangku kuliah di Perguruan Tinggi. Intinya jumlah anak Indonesia yang sekolah sampai sekolah menengah hanya mencapai 30% dan rata-rata anak Indonesia yang berusia tidak kurang dari 15 tahun hanya sampai kelas 2 SMP. Jika di bandingkan dengan Negara lain dari segi kualitas pendidikan, rata-rata lama orang Indonesia menempuh pendidikan adalah 12,7 tahun, jika di asumsikan dengan system pendidikan wajib belajar, rata-rata orang Indonesia menempuh pendidikan SD-SMA,setelah itu penduduk Indonesia memilih untuk bekerja, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan hanya 3,7 % dari GDP Indonesia, bandingkan dengan Norwegia, orang norwegia mampu menempuh pendidkan selama 17 tahun, hal ini tak lain dari peran pemerintah Norwegia yang mengalokasikan pengeluarannya untuk pendidikan sebanyak 6,7% dari GDPnya.
Semua problematika yang telah disebutkan (red.) bukanlah tanpa solusi. Rencananya sekarang ini pemerintah menganggarkan 20% dari Anggaran negara untuk pendidikan walaupun kenyataannya baru 9,9% yang turun ke masyarakat dan itupun pada pelaksanaannya belum bisa memihak pada kepentingan rakyat. Dan saat ini di lembaga legislatif ada ibu Aan Rohana yang berjuang agar pendidikan bermutu dapat dirasakan oleh segenap anak bangsa. Program peningkatan kesejahteraan guru, BOS dan BOP, Pendidikan kesetaraan dll merupakan upaya perbaikan itu yang harus didukung oleh semua pihak,” tukas Sukro masih dalam acara yang sama.

2.      DAMPAK KEMAJUAN IPTEK TERHADAP SDM DI INDONESIA

Pengaruh perkembangan IPTEK di dunia sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek dan tatanan global yang ada pada saat ini. Beberapa aspek yang sangat berpengaruh dan cukup signifikan dalam perkembangan dunia dan memacu adanya persaingan yang sangat ketat dewasa ini adalah:
1.      Aspek teknologi, hal ini merupakan hal yang tidak asing lagi dan merupakan hal yang amat sangat berpengaruh di dalam kehidupan masyarakat. Terutama di bidang teknologi informasi dan komunikasi, di mana suatu Negara tidak lagi mempunyai batasan geografis karna kemudahan dalam mengakses segala jenis informasi dan kemudahan dalam berkomunikasi.
2.      Aspek ekonomi, dengan adanya IPTEK maka pengetahuna di Indonesia akan meningkat dengan adanya pengetahuan dan teknologi yang selalu update. Sehingga mempermudah masyarakat dalam mengetahui situasi persaingan yang ada dan dapat meningkatkan segi kualitas dalam bersaing di era globalisasi ini yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi perherakan ekonomi negeri ini. Karna tidak mungkin kita yang masih tergolong Negara berkembang yang memiliki kualitas SDM yang rendah dapat bersaing dengan Negara maju tanpa adanya penguasaan IPTEK.
3.      Aspek sosial budaya, Globalisasi juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan manusia, antara lain adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM), melestarikan lingkungan hidup serta berbagai hal yang menjanjikan kemudahan hidup yang lebih nyaman, efisien dan security pribadi yang menjangkau masa depan, karena didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak yang timbul diakibatkannya ikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang logis dan membosankan. Akibat nyata yang timbul adalah timbulnya fenomena-fenomena paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham kebangsaan/nasionalisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya tanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan didasarkan norma-norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang berlaku secara umum (Universal internasional).

PENUTUP
            
Dari uraian di atas sudah sangat jelas bahwa pendidikan dan penguasaan tentang IPTEK bisa dikatakan mutlak bagi bangsa yang ingin maju. Pendidikan dan penguasaan IPTEK merupakan kunci untuk dapat bersaing di era globalisasi yang menuntut kita sebagai individu untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan Pendidikan merupakan sektor penting dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi.
            Pendidikan merupakan hak setiap individu dan ilmu milik setiap orang. Namun apa yang terjadi di masyarakat kita? Pendidikan ibarat barang mewah yang hanya bisa di jangkau oleh mereka yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas. Maka hal ini membutuhkan peran pemerintah dan masyarakat dalam menggalang pendidikan gratis bagi setiap orang di setiap lapisan stratifikasi sosial. Hal inilah yang saya pikir merupakan hal yang harus kita semua perhatikan jika ingin keluar dari garis kemiskinan dan kebodohan.



Lingkaran setan Kemiskinan ini menyangkut keterbelakangan manusia dan sumberdaya alam. Pengembangan sumber alam pada suatu Negara tergantung pada kemampuan produktif manusia.jika penduduknya terbelakang dan buta huruf, langka akan keterampilan teknik,pengetahuan dan aktivitas kewiraswastaan,maka sumber alam akan tetap terbengkalai,kurang atau salah guna.pada pihak lain, keterbelakangan sumber alam ini menyebabkan keterbelakangan manusia. sebenarnya tidak ada kemiskinan absolute, hanya saja pembentukan manusianya yang lemah, jika pemerintah mau mengalokasikan sebagian besar tenaganya, untuk pembangunan Manusia, mutu SDM kita akan bagus, sehingga kemiskinan mudah diberantas.

salah satu berita mengenai dunia pendidikan

Jakarta-JP : Tahun ini, angka putus sekolah diperkirakan jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, karena banyaknya pungutan (LIAR) di berbagai jenjang sekolah hingga perguruan tinggi, demikian
“Dari berbagai informasi didapat, baik itu di daerah maupun di Jabodetabek, sama saja. Pungutan macam-macam sangat membenani orang tua calon siswa dan calon mahasiswa, akibatnya anak mereka gagal melanjutkan sekolah.
Salah satu contoh di sebuah perguruan tinggi negeri di Manado, seorang calon mahasiswa akhirnya membatalkan melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Gigi, karena harus membayar di atas Rp75 juta melalui jalur khusus `Sumekolah`.
“Begitu juga ada yang terpaksa harus menunda kuliah di Fakultas Teknik, hanya karena tak sanggup menyediakan dana Rp30 juta melalui jalur tersebut. Untuk Fakultas Kedokteran malah bisa sampai Rp200 juta-an,”
Hal tersebut tidak hanya terjadi di Manado, tetapi juga berlaku di berbagai kota di Indonesia.
Itu untuk jenjang pendidikan tinggi. Sedangkan untuk tingkat sekolah dasar sampai SMA, tidak berbeda jauh.
“Pungutan untuk pakaian seragam, uang buku, uang bangku, uang pembangunan, uang `ekstra kurikuler` (Ekskul) dengan nilai yang tidak sedikit bagi orang tua,”
Hal tersebut berpengaruh langsung pada gairah anak didik dari keluarga tak mampu untuk melanjutkan studi.
“Akibatnya, jumlah putus sekolah dipastikan melonjak dan ini akan menambah masalah baru.


DAFTAR PUSTAKA
DI OLAH DARI BERBAGAI SUMBER

Dagangan ane gan, yang mau liat liat atau mau beli klick aja link di bawah ini

No comments:

Post a Comment